Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2012

Surat Cinta

Surat-surat itu masih tersimpan rapi di dalam lemari. Aku masih belum mau membaca isi surat-surat itu. Aku sendiri tidak tahu siapa pengirimnya. Kali pertama aku melihat surat itu berada di dalam absensi kelas yang aku ampu. Surat berwarna pink bermotif bunga-bunga indah itu tidak langsung kubuka. Kubiarkan saja. Mungkin ada yang salah letak, atau mungkin ada yang sengaja meletakkan surat itu ke dalam absensiku. Beberapa hari kemudian, surat berwarna sama kembali terselip di dalam absensiku. Arghh .. siapakah gerangan yang mengirim surat-surat ini. Tidak ada nama pengirimnya dan aku masih belum mau membaca isi surat yang pertama dan yang kedua itu. Aku biarkan surat-surat itu di dalam lemari di atas tumpukan tugas-tugas sekolah. * Sebuah pesan singkat masuk ke dalam handphoneku; “Salam. Pak, malam ini sibuk nggak?” From : 08528976xxxxx Nomor itu tidak ada tersimpan di handphoneku, entah siapa pengirim pesan tersebut. Sepertinya dia sengaja mengirim pesan itu tanpa me

Sehelai Kain

Bermula dari komentar saya di photo salah satu teman saya di twitter. Pada saat itu dia share dua buah photo. Photo yang pertama dia tidak menggunakan jilbab. Saya komentarnya gini : “Saya kaget loh lihat photomu barusan” Iya, saya kaget karena setahu saya dia selama ini mengenakan jilbab anggun dan cantik. Jadi wajar dong ya kalo saya kaget tiba-tiba dia share photo yang tidak  mengenakan jilbab. Berbeda kalo dari sebelumnya dia memang tidak berjilbab. Dan yang tidak saya sangka adalah respon dia ; “hahaha, lo baru tahu aja’’ Entah saya nggak tahu apa maksudnya. Apa mungkin hanya saya saja yang tidak tahu bahwa selama ini dia memang tidak konsisten dalam menggunakan ‘hijab’.  Yang jelas di sini saya menilai ketidak konsistenan dia menggunakan ‘hijab’. Photo kedua, dia sedang dirangkul oleh pacarnya. Saya komentarnya Cuma gini ; “Lah yang ini saya malah tambah kaget lagi ” Iya, Cuma dua komentar itu yang saya berikan. Saya rasa sangat wajar sebagai

Ibu, izinkan aku kembali

Ibu, sudah lama aku tidak melihat senyum terlukis indah di wajahmu. Senyum yang dulunya selalu menguatkan di saat aku sedang terpuruk, lemah, dan tak berdaya. Senyum yang dulunya mengantarkanku meraih cita-cita. Senyum yang dulu senantiasa menghiasi hari-hariku. Ibu, di manakah letak senyum itu?, mengapa engkau biarkan wajah sendu, tak bercahaya itu menatapku?, izinkan aku melihatmu tersenyum dan izinkan aku untuk kembali dalam pelukanmu. Izinkan aku merawatmu di usia senjamu. Dan jangan engkau biarkan air mata menetes dari kedua bola matamu.  Aku sadar, semua itu adalah kesalahanku. Senyum itu hilang sejak aku memutuskan semua ini sendirian tanpa peduli dengan kehendakmu Ibu. Akan tetapi, aku juga tidak bisa terus hadir dalam anganmu, terus berkata iya akan semua keinginanmu. Ada jalan di mana aku dan Ibu tidak bisa terus satu jalan. Ada kalanya aku harus berbelok arah sementara Ibu ingin terus berjalan lurus. Aku manusia yang tidak luput dari kesalahan. * Kota ini ter

Butir-Butir Cinta

‘Jangan engkau tanya mengapa aku seperti ini, karena memang aku baru kenal dengan yang namanya cinta. Jangan juga engkau tanya seberapa besar cintaku padamu, karena aku sendiri tidak tahu berapa besar cintaku kepadamu. Dan jangan engkau tanya ke mana cinta ini akan kubawa, karena engkau sendiri sudah tahu jawaban apa yang akan engkau dapat. Aku akan membawa cinta ini ke jenjang pernikahan. Yang perlu engkau lakukan adalah menunggu waktunya tiba. Akan tetapi, jangan engkau cemburu, karena cintaku kepadamu tidak melebihi cintaku kepada yang Maha Cinta.’ Aku masih ingat kalimat-kalimat itu mengalir jelas, pelan dan menenangkan hatiku saat itu. Saat di mana engkau mengutarakan cintamu kepadaku. Saat di mana engkau mengukir janji untuk melamarku jika memang Tuhan sudah mengizinkan kita untuk bersama. ‘Aku bukan penganut pacaran, jika memang aku sudah menyukai seseorang, maka aku akan langsung melakukan ta’aruf, dan jika memang kita berdua berniat untuk membangun cinta, maka

Pelarian

Aku berdiri di tepian jalan, mengenakan gaun berwarna merah, dengan rambut yang tergerai panjang. Sesekali aku masih melihat ke selembar kertas yang ada di tanganku, kertas yang tempo hari aku temukan terselip di bawah pintu rumahku. Surat itu aku temukan dengan beberapa benda yang mengejutkanku. Liontin berbentuk hati, sepatu hak tinggi berwarna merah, dan gaun yang juga berwarna merah yang kukenakan sekarang ini. "Merry, tunggu aku di tepian jalan depan rumahmu. Dari penggemar rahasiamu, Mr. G" pesan di akhir kalimat dalam surat yang aku temukan itu. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, sore sudah tenggelam. Sebentar lagi malam datang dan biasanya jalanan ini selalu sepi setiap malamnya. Hatiku mulai gelisah, benarkah Mr. G si pengirim pesan misterius itu akan datang? Atau sebaiknya aku pulang saja dan menunggu pesan selanjutnya? Toh kalau ia memang ingin bertemu, ia akan mengirimkan pesan lagi untuk menemuiku. Jangan, tunggu saja sebenta

Laila

Fauzan dan Zakiyah, adalah pasangan suami istri yang sedang merayakan cinta. Zakiyah, sedang mengandung anak pertama mereka. Setelah hampir tujuh tahun lamanya menanti kehadiran si buah hati, akhirnya Allah mengabulkan keinginan keduanya. Keduanya Ingin menyempurnakan keluarga kecil mereka dengan kehadiran seorang bayi mungil nan lucu. Sudah terbayang di dalam benak perempuan berumur tiga puluh tahun tersebut akan kabahagiaan yang akan ia dapatkan saat si buah hati lahir ke dunia ini. Terbayang bagaimana dia menyusui malaikat kecilnya, terbayang bagaimana ia dan Fauzan suaminya mengurus segala keperluan permata hati mereka. “Umi pengennya anak kita ini laki-laki atau perempuan?”,  Fauzan mengusap perut istrinya kemudian mendekatkan telinganya ke perut sang istri. “Apapun jenis kelaminnya Umi akan menerima dengan senyuman, karena semua itu adalah karunia dari-Nya, iya kan Abi?”  Zakiyah berucap sambil tersenyum melihat suaminya yang seolah-olah sedang mendengarkan bayi yang ada di dala